LIPUTAN-MALUT.com
NEWS TICKER

Kasus Pengeroyokan Siswa SMAN 22 Halsel, Akademisi: Dikjar Harus Evaluasi Kepsek Farid Karamaha

Senin, 6 Maret 2023 | 6:10 pm
Reporter: Samaun Alkatiri
Posted by: LIPUTAN MALUT
Dibaca: 689

TERNATE,Liputan-Malut.com–  Dinas Pendidikan dan pengajaran (Dikjar) Provinsi Maluku Utara diminta segera evaluasi Kepala Sekolah SMAN 22 Kabupaten Halmahera Selatan Farid Karamaha, kepsek dianggap tidak mampu menyelesaikan kasus pemukulan antar siswa di Sekolah tersebut,” Tegas Yusri Moti salah satu Akademi Maluku Utara kepada Media ini. Senin (06/03/2023).

Yusri mengatakan, kronologis kejadian, terjadi pengeroyokan yang dilakukan sejumlah siswa di SMA Negeri 22 Halsel terhadap rekan mereka sendiri insial (Ws) dan (WD) selaku korban, yang terjadi pada tanggal 28 Februari 2023 kalu, kejadian ini bermula dari salah satu korban (WS) bersenda gurau dengan salah satu rekan pria, pelaku insial JS, TD, IT, N dan JS merasa tersinggung karena yang bersangkutan bahasa tubuhnya dianggap mengejeknya,”Ujar Yusri mengutip pernyataan Siswa di sekolah tersebut.

Alhasil, insiden saling pukul antara siswa pun terjadi namun sempat dilerai oleh beberapa guru. Namun aksi ini berlanjut berkisar pukul 12.30 Wit kurang lebih 100 meter dari sekolah. Salah satu korban dan temannya mengendarai motor dan korban kemudian dijambak jilbabnya hingga terjatuh di atas motor,” kisahkannya.

Lanjut Yusri menjelaskan, melihat saudaranya WS digebuk oleh pelaku dan teman-temannya WD kemudian ikut membantu saudaranya. Namun, WD tidak berdaya karena banyak teman-teman pelaku yang memukulnya. Alhasil, sang Kaka WS pun pusing dan jatuh, namun yang disayankan ialah salah satu warga ikut memukul korban yang tengah tersungkur menggunakan sendal jepit, padahal posisi korban tidak berdaya karena dalam posisi jatuh,” Kesal Yusri.

“Bayangkan sampai hari ini, dua korban ini tidak bisa masuk sekolah, karena takut kejadian serupa diulang kembali. Ini artinya  psikologis mereka terganggu,”Geramnya.

Menurutnya, SMAN 22 Halmahera Selatan berada di Desa Anggai sementara siswanya berasal dari desa Sambiki dan Aer Mangga (dua desa tetangga). Seharusnya desa yang menjadi penyuplai anak-anak mereka untuk masuk di SMA itu mestinya diberi perhatian khusus oleh kepsek, bukan sebaliknya tiap masalah Kepsek hanya apatis. Tata sekolah,  harusnya kepsek bersyukur soal itu. Ia mngaku mendapat informasi dan keluhan masyarakat bahwa masalah seperti ini Kepsek acuh tau.

Nah, ini yang dibilang “Kepsek Gagal Paham” peran kepala sekolah, salah satunya ialah kepsek sebagai leader (pemimpin), sebagai pemimpin ia harus mampu memediasi hal ini. Kenapa? Masalah ini bermula terjadi di sekolah, karena cara memediasi tidak jelas berupa melerai maka aksi nekat siswa untuk menganiya siswa lain semakin tidak terbendung. Padahal kausalitas awalnya di sekolah. Apalagi menurut informasi Kepsek ada di sekolah, saya menduga kepseknya lebih memahami administrasi daripada leader.

Bisa dibayangkan kalau sekolah negeri tetpi Kesiswaannya tidak berfungsi semacam ini. Padahal mudah penyelesaiannya kepsek harus mendesak kesiswaan untuk menyurat keorang tua dua belah pihak.

“Kepsek sebagai tenaga pendidik, buka dan baca itu UU Nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Jangan cuma asal-asal jadi ASN. Nanti torang makan gaji buta. Coba lihat ketentuan umum dijelaskan, guru sebagai tenaga profesional memiliki tugas membimbing, melatih dan mengarahkan dan mengevaluasi disetiap jenjang pendidikan PAUD, SD, SMP dan SMA. Kalau bukan begitu? Lantas tugas kepsek/guru sebagai apa? Ujarnya.

Belum lagi dalam UU Nomor 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas. Dijelaskan pula bahwa tujuan pendidikan nasional adalah membentuk watak, akhlak mulia hingga menjadi manusia yang demokratis, ini masalah yang awalnya terjadi di sekolah dengan menggunakan pakaian sekolah tapi penyelesaiannya tidak berdasar. Kalau di selesaikan di sekolah maka ada konsekuensinya bagi siswa siapa yang melanggarnya.

Selain itu, kepsek juga harus paham UU Nomor 111 tentang Tenaga Bimbingan Konseling di sekolah. Itu perintah UU, pentingnya guru BK karena masalah bully,  dan kejadian seperti ini menjadi ranahnya nanti. Ini soal psikologis. Pa kepsek Farid Karamaha harus tau itu.

Mantan Aktivis PMII Cabang Ternate ini menilai Kepsek lalai dalam menjalankan tugas sebagai leader dan mediator dalam kasus ini, sehingga siswa (korban) merasa tidak dilindungi, bahkan kejadian serupa juga sempat terjadi pada tahun 2019, dan pada akhirnya korban memilih melanjutkan sekolah di tempat lain, tentunya kepsek dianggap gagal, karena Aksi ini juga melibatkan oknum masyarakat yang notabenenya tidak memahami kedudukannya di mata hukum. Olehnya itu diminta Dikjar harus membentuk Satgas Kekerasan di Obi yang melibatkan penyidik, psikolog, LSM dan aktivis dalam mengawal tindakan verbal dan nonverbal pendidik dan peserta didik di sekolah. Hal ini harus mampu dibuktikan oleh Dikjar Provinsi Maluku Utara, karena menjadi indikator Dikjar bertaji atau tidak bertaji.

Terpisah Kepala Sekolah SMAN2 Halsel Farid Karamaha ketika dikonfirmasi membantah, menurutnya kejadian itu terjadi diluar Sekolah, setelah jam pulang,” Mohon maaf Bapak kejadian terjadi di luar sekolah setelah jam pulang, dan itu berlangsung di rumah korban,(Maun).

Berita Lainnya

 

© 2020 liputan-malut.com. All Rights Reserved.

Redaksi - Tentang Kami - Pengumuman

Design by