LIPUTAN-MALUT.com
NEWS TICKER

Halmahera Selatan Berpotensi Masuk Zona Darurat Pencemaran Mercury, 3000 kg Atau 3 Ton Setiap Bulan

Selasa, 2 Februari 2021 | 6:40 am
Reporter: Pemred
Posted by: LIPUTAN MALUT
Dibaca: 1163
Tong Milik pengusaha Sudin yang limbahnya setiap hujan meluap (Foto Redaksi Liputan Malut)

Catatan hasil investigasi DPC Asosiasi Penambang Rakyat Indonesia (APRI) Halmahera Selatan

Keberadaan tambang rakyat di Desa Kusubibi, Kecamatan Bacan Barat, Kabupaten Halmahera Selatan (Halsel) dan Desa Anggai Kecamatan Obi Kabupaten Halmahera Selatan (Halsel), Provinsi Maluku Utara (Malut) sangat memberikan manfaat bagi masyarakat, tetapi lain sisi tambang tersebut juga sangat menjadi ancaman bagi warga di areal pertambangan. Pasalnya, terjadi pencemaran dan kerusakaan lingkungan yang sangat fatal akibat limbah mercury yang sudah tercemar sampai ke air minum. 

Rilis yang diterima Redaksi Liputan Malut dari DPC APRI Halsel menjelaskan bahwa beberapa waktu lalu Tokoh Adat Togale Desa Kusubibi, Hi. Sadek kepada sejumlah pengurus DPC APRI saat ditemui di desa Kusubibi mengatakan, sudah hampir dua bulan warga tidak lagi mengonsumsi air yang bersumber dari PDAM. Sebab, warga takut air yang di konsumsi telah tercemari oleh limbah mercury.

Menurut Hi Sadek, alasan warga tidak mau konsumsi air PDAM karena saluran pipa melewati limbah tong dan tromol alias glundung sehingga mereka takut untuk mengkonsumsi air yang bersumber dari PDAM. 

Masih menurut Hi. Sadek, karena takut mengkonsumsi air PDAM maka warga Desa kusubibi memilih mengkonsumsi air sungai yang jauh dari lokasi tambang dan air itu diambil harus mengeluarkan uang untuk membayar ongkos Ojeq 1 gelong air sebesar Rp. 10.000. 

Salah satu pengusaha glundung dan tong, Sudin terkesan tidak menghargai warga setempat karena dengan remeh mengatakan, jika sudah ada warga kusubibi korban meninggal dunia akibat dampak dari pencemaran limbah B3 maka dia siap bertanggung jawab.

Menurut Sudin, limbah yang dihasilkan dari tambang rakyat di desa Kusubibi itu sudah mengalir hingga ke selat laut pogo-pogo. Silahkan di cek atau liat limbah yang sebelah sungai itu mengalir sampai ke laut atau di selat pogo-pogo dan limbah itu bisa bikin ikan mati. 

Selain Sudin, ada juga sejumlah pengusaha yang secara terang-terangan menggunakan cyanida dan mercury untuk dipakai saat mengolah material emas dalam tong atau glundung tersebut.

Salah satu orang kepercayaan pemilik atau pengusaha tong milik Hi Komar, Ilyas saat dikonfrontir pengurus Asosiasi Penambang Rakyat Indonesia (APRI) Halsel terkait penggunaan cyanida dan mercury dia membenarkan bahwa untuk mengolah emas di tong dan glundung harus menggunakan cyanida minimal 3 kg dan maksimal 5 kg dalam 1 tong kemudian ditambah lagi dengan mercury.

Sementara, orang kepercayaan pemilik tong milik Ruslan yakni Rustam juga mengakui bahwa semua tong yang beroperasi di Kusubibi itu menggunakan cyanida dan mercury, kemudian ada pengusaha tong yang tidak bisa mengamankan limbah sehingga ketika waktu hujan itu limbahnya meluap keluar. 

Dia juga mengakui pemain tong dan posisi kusubibi ini beda dengan tambang rakyat seperti di palu. Sebab, kalau di Palu itu limbah diamankan sehingga tidak tercemar tapi di Kusubibi ini limbah bahan berbahaya tidak dilindungi. Jadi, setiap hujan itu limbah pasti bocor keluar.

Sarna adik kandung Sudin yang juga pemilik 5 unit tong kepada sejumlah wartawan mengaku mereka tidak menggunakan cyanida hanya menggunakan mercury saja untuk kelola emas di tong. 

“Tambang membawa Malapetaka”

Informasi yang dihimpun Dewan Pimpinan Cabang DPC Asosiasi Penambang Rakyat Indonesia (APRI) Halmahera Selatan, Minggu (20/12/2020)  lalu dari Petua Adat Togale, Hi. Sadek menjelaskan bahwa tambang kusubibi awal dibuka itu ribuan orang datang mengais rezeky dan hampir setahun itu tidak terdengar ada warga yang meninggal di lokasi tambang. Tetapi belakangan ini, sudah sering terjadi musibah diakibatkan banyak penambang meninggal karena tertimbun longsor dan tertimbun kayu hingga meninggal di lokasi tambang.

Dia mengaku tidak mengetahui dari mana asal usul minuman keras (miras) jenis cap tikus itu datang tetapi tiba-tiba sudah tersebar di lokasi glundung atau tromol, begitu juga dengan perempuan (pekerja seks komersial) yang tidak tau asal usul mereka sudah banyak di lokasi tromol. Dia juga sudah menegur kalau boleh minuman dan perempuan itu jangan lagi tapi tidak dihiraukan oleh pemerintah desa jadi lokasi tambang ini sudah tiga kali kena musibah longsor dan orang meninggal dunia.

Drum bahaya berbahaya Cyanida yang tersebar di setiap tong atau tempat olahan emas

“Tambang Lokasi Desa Anggai Kecamatan Obi”

Kendati program Pemerintah Pusat di kepemimpinan Presiden Jokowi gencar melakukan sosialisasi terkait penghapusan mercury. Namun, program tersebut tampaknya tidak diindahkan oleh para pengusaha yang bergerak di wilayah pertambangan rakyat khususnya Kabupaten Halmahera Selatan, Provinsi Maluku Utara.

Informasi yang diperoleh Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Asosiasi Penambang Rakyat Indonesia (APRI) dilapangan Tambang di Desa Anggai Kecamatan Obi, Kabupaten Halmahera Selatan, Provinsi Maluku Utara telah memiliki izin pertambangan rakyat (IPR) tetapi masalah lingkungan tidak menjadi perhatian bagi pengusaha sehingga kerusakan lingkungan masih saja terjadi hal disebabkan karena bahan kimia mercury masih sangat bebas digunakan dalam mengelola emas.

Ada pengusaha emas sebulan itu menggunakan mercury sebanyak 40-50 kg dan jika dikalikan dalam satu tahun itu sekitar 500 kg atau setengah ton mercury. Kimia mercury yang dilarang oleh Pemerintah itu informasi nya dipasok dari Seram langsung ke Obi dan selanjutnya di distribusikan ke lokasi tambang rakyat baik sudah miliki IPR maupun belum ada izin alias PETI. 

Jhon, salah satu anak buah pengusaha emas milik Hasan alias Acan di Tambang Rakyat Anggai pekan kemarin kepada pengurus DPC APRI secara spontan mengatakan dalam mengelola emas mereka selalu menggunakan mercury dan karena glundung milik Bos nya, Hasan ada empat unit dan dalam satu unit itu sebulan mereka menggunakan kimia jenis mercury sebanyak 10 kg maka sebulan mereka menggunakan 40 kg Mercury

Ditanya siapa yang memasok kimia mercury ke lokasi pertambangan.? Jhon mengaku tidak tahu siapa orang yang setiap saat membawa kimia tersebut karena mereka hanya datang dan kemudian dia membayar, setelah transaksi penjual langsung pergi dari lokasi tambang. Jadi, dia mengaku  tidak kenal dia itu siapa karena cuman datang antar mercury dan saya bayar setelah itu pergi. 

Kepala Desa Anggai, Komarudin ketika dikonfirmasi dirumah nya membenarkan bahwa ditambang Anggai ini semua pengusaha masih menggunakan kimia cyanida dan mercury dan itu sangat berdampak pada kerusakan lingkungan. Sebab, tambang rakyat di Anggai juga belum miliki izin lingkungan. 

Lokasi Tambang Kusubibi di areal Glundung atau Tromol

Dia berharap semoga ada solusi dan perhatian dari Pemerintah daerah, Provinsi maupun Pusat terkait ancaman bahaya penggunaan merkury, karena efek atau dampak itu dirasakan bukan sekarang tetapi anak cucu kita kedepan.

Data dan informasi yang dihimpun saat dilakukan investigasi oleh DPC APRI Halmahera Selatan, pengusaha tromol alias glundung dan Tong di Desa Kusubibi Kecamatan Bacan Barat sebanyak 100 unit lebih dan desa Anggai Kecamatan Obi pun lebih dari 100 unit dan dalam operasinya digunakan mercury dalam seminggu sebanyak 3 kg, ada juga sebulan 40 kg dengan rata-rata 1 unit glundung dalam sebulan menggunakan mercury sebanyak 10 kg. Jika dikalikan dengan jumlah atau banyaknya tromol atau glundung l, kemudian tong maka penggunaan mercury dalam sebulan ditaksir mencapai 3000 kg atau 3 ton

Pengurus APRI Halsel, Rifai La Apu mengatakan, kami sudah berkoordinasi dengan pemerintah Desa Kusubibi dan Desa Anggai dan tercatat untuk di Kusubibi itu ada 15 pengusaha yang mengelola hasil tambang dengan menggunakan tong, sementara dari masing-masing pengusaha memiliki lebih dari 1 tong, sedangkan total tong yang tersebar di area pertambangan sekitar 30 tong yang beroperasi.

Rata-rata pengelolan emas dengan menggunakan tong sangat berdampak pada pencemaran lingkungan, selain berdampak pada pencemaran lingkungan, pengelolaan nya menggunakan campuran bahan berbahaya cyanida dan merkury yang dapat mengancam jiwa manusia. 

Belum lagi di tambang emas Anggai, ada ratusan unit tromol atau glundung dan puluhan unit tong yang kesemuanya itu masih menggunakan kimia mercury. (tim)

Berita Lainnya

 

© 2020 liputan-malut.com. All Rights Reserved.

Redaksi - Tentang Kami - Pengumuman

Design by